Pernah heran gak sih kenapa influencer investasi atau financial guru di media sosial sering kali hanya fokus kepada cuan saja?
Cuma pamer floating profit investasi tanpa pernah membahas risiko yang melekat di dalamnya?
Padahal dalam berinvestasi, investor tidak hanya perlu memikirkan mengenai potensi keuntungan yang akan diraih tapi juga potensi kerugian yang akan dihadapi.
Potensi kerugian dalam investasi itu dikenal sebagai risiko.
Risiko dan potensi keuntungan adalah dua sisi dari satu koin yang sama alias keduanya tidak bisa dipisahkan. Secara teori, semakin tinggi potensi keuntungan dari suatu sarana investasi maka semakin tinggi pula risikonya, begitupula sebaliknya.
Kemampuan setiap investor dalam menghadapi risiko berbeda-beda. Ada investor yang sanggup menghadapi risiko tinggi, namun ada pula yang hanya sanggup mentoleransi risiko rendah. Kemampuan atau toleransi investor dalam menghadapi risiko disebut sebagai profil risiko.
Pada umumnya, profil risiko dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu konservatif, moderat dan agresif. Kepribadian, tujuan keuangan dan tingkat pengetahuan mempengaruhi profil risiko tersebut.
Investor dengan profil risiko konservatif umumnya menempatkan dana di reksa dana dengan jangka waktu yang relatif pendek atau kurang dari setahun. Sementara itu, investor dengan profil risiko moderat umumnya berinvestasi reksa dana dengan horison investasi jangka menengah atau 1-3 tahun. Di sisi lain, investor dengan profil risiko agresif biasanya menempatkan dana di reksa dana dengan jangka waktu menengah dan panjang atau 3-5 tahun.
Mengetahui profil risiko akan memudahkan seorang investor dalam berinvestasi. Investor dengan profil risiko tertentu akan memilih reksa dana tertentu yang sesuai karakteristiknya.
Setelah mengetahui profil risiko itu, seorang investor biasanya akan menghadapi berbagai pertanyaan. Bagaimana menentukan seberapa besar dana yang dialokasikan untuk reksa dana?
Apakah seorang investor dengan profil risiko tertentu boleh mengkombinasikan berbagai jenis reksa dana yang dikoleksinya? Mari kita ulas mengenai model portfolio dalam investasi reksa dana.
Model Portfolio
Praktek investasi reksa dana mengenal suatu konsep bernama model portfolio.
Secara sederhana, model portofolio adalah sekumpulan aset yang beranekaragam yang didesain untuk mencapai keuntungan yang diharapkan dengan risiko sepadan.
Dengan kata lain, model portfolio membantu seorang investor menentukan seberapa banyak dana yang ditempatkan di suatu atau beberapa jenis reksa dana.
Misalnya, seorang investor memiliki dana Rp100 juta yang akan dibelanjakan untuk reksa dana. Ke mana saja uang itu dialokasikan? Berapa persen yang dialokasikan ke reksa dana pasar uang atau reksa dana pasar saham? Model portfolio mana yang paling benar?
Menariknya, tidak ada model yang paling benar atau paling salah bagi setiap investor reksa dana.
Personal finance is something that is very personal. There’s no one way that fits all.
Kesesuaian suatu model akan tergantung dari tujuan keuangan dan toleransi risiko dari seorang investor. Secara umum, ada lima model portfolio yang bisa dijadikan referensi oleh investor.
Referensi itu antara lain model portfolio konservatif, konservatif-moderat, agresif-moderat, agresif dan sangat agresif. Model portfolio itu berbeda dalam hal besaran alokasi dana di setiap jenis reksa dana.
Dalam model portfolio pertama yaitu konservatif, dana secara umum dialokasikan ke reksa dana berisiko rendah seperti reksa dana pasar uang dan reksa dana pendapatan tetap. Tujuan utama dari portofolio konservatif adalah melindungi nilai pokok investasi dari portofolio tersebut.
Kendati cenderung mengalokasikan sebagian besar dana ke reksa dana berisiko rendah, investor juga dapat mengalokasikan sebagian kecil dana ke reksa dana saham untuk mengantisipasi inflasi. Dalam model ini, 70%-75% dana dialokasikan ke reksa dana pendapatan tetap, 5%-15% reksa dana pasar uang dan 5%-10% reksa dana saham.
Model portfolio yang kedua adalah konservatif-moderat. Dalam model ini, investor tetap berusaha menjaga nilai pokok investasi namun berani mengambil risiko yang lebih besar.
Dengan model ini investor bisa mengalokasikan sebagian besar dananya ke reksa dana pendapatan tetap dengan porsi 50%-55%, reksa dana saham 35%-40% dan reksa dana pasar uang 5%-10%. Reksa dana saham itu juga bisa diganti dengan reksa dana campuran.
Model portfolio yang ketiga adalah agresif-moderat dimana dana dialokasikan untuk reksa dana pendapatan tetap dan reksa dana saham secara seimbang (50%-50%). Model ini cocok untuk investor dengan horison investasi jangka panjang.
Model portfolio keempat adalah agresif dimana sebagian besar dana ditempatkan di reksa dana saham dan sebagian kecil ke reksa dana pendapatan tetap sebagai bagian diversifikasi. Sebagian besar atau sekitar 65%-70% dialokasikan ke reksa dana saham, sisanya dialokasikan ke reksa dana pendapatan tetap 20%-25% dan reksa dana pasar uang 5%-10%.
Terakhir, model portfolio kelima adalah sangat agresif yang mengejar pertumbuhan signifikan dalam jangka panjang dimana sebagian besar dana ditempatkan di saham dengan porsi 80%-100%. Jika ingin diversifikasi, 5%-10% bisa dialokasikan masing-masing ke reksa dana pasar uang atau reksa dana pendapatan tetap.
Model portfolio itu bisa disesuaikan dengan kondisi pasar. Misalnya, seorang investor memperkirakan bahwa reksa dana saham akan turun di masa depan maka ia bisa mengalihkan (switching) dananya ke jenis reksa dana yang lain seperti reksa dana pendapatan tetap atau pasar uang yang fluktuasinya relatif lebih terjaga.
Proses beli, jual atau pengalihan (switch) reksa dana itu kini dapat dilakukan melalui 1 aplikasi yaitu digibank by DBS. Semua proses itu 100% dilakukan secara digital. Dengan aplikasi ini, investor akan lebih mudah memilih kategori reksa dana yang berkinerja terbaik, terpopuler dan scoring terbaik.
Artinya, investor semakin mudah menyaring reksa dana terbaik untuk portofoliomu. Aplikasi ini juga memungkinkan investor untuk membeli reksa dana secara berkala yang flexible Menarik, kan?
Dengan mengetahui profil risiko dan model portfolio, kita bisa menjadi investor yang naik kelas. Investor yang tidak semata mengikuti titah influencer investasi tanpa menguji teorinya kepada diri sendiri.